Wednesday, December 19, 2012
Monday, December 17, 2012
Serat Wirid Saloka Jati
Hadirnya serat Wirid Saloka Jati dalam khasanah budaya Jawa sebagai upaya para leluhur bangsa kita untuk menjabarkan keadaan jati diri kita. Sebagaimana kebiasaan leluhur nenek moyang kita, dengan tujuan agar supaya“kawruh lan ngelmu” lebih mudah dipahami para generasi penerus bangsa maka digunakanlah sanepa, saloka, kiasan, perumpamaan, dan perlambang.
Dalam acara ritual atau upacara tradisi; perlambang, saloka, dan sanepa ini diwujudkan ke dalam ubo rampe atau syarat-syarat yang terdapat dalam sesaji.
Serat ini menggelar arti dari kalimat kiasan (saloka), yakni perumpamaan mengenai suatu makna yang dimanifestasikan dalam bentuk peribahasa. Mulai dari eksistensi yang dicipta-Yang Mencipta, eksistensi jiwa, sukma, hingga eksistensi akal budi. Yang akan meneguhkan keyakinan kepada Gusti Pengeran (Tuhan Yang Maha Mulia). Peribahasa dalam terminologi Jawa sebagai “pasemon” atau kiasan. Kiasan diciptakan sebagai pisau analisa, di samping memberi kemudahan pemahaman akan suatu makna yang sangat dalam, rumit dicerna dan sulit dibayangkan dengan imajinasi akal-budi.
Serat ini menggelar arti dari kalimat kiasan (saloka), yakni perumpamaan mengenai suatu makna yang dimanifestasikan dalam bentuk peribahasa. Mulai dari eksistensi yang dicipta-Yang Mencipta, eksistensi jiwa, sukma, hingga eksistensi akal budi. Yang akan meneguhkan keyakinan kepada Gusti Pengeran (Tuhan Yang Maha Mulia). Peribahasa dalam terminologi Jawa sebagai “pasemon” atau kiasan. Kiasan diciptakan sebagai pisau analisa, di samping memberi kemudahan pemahaman akan suatu makna yang sangat dalam, rumit dicerna dan sulit dibayangkan dengan imajinasi akal-budi.
Berikut ini saloka yang paling sering digunakan dalam berbagai wacana falsafah Kejawen.
Gigiring Punglu; Gigiring mimis; Merupakan perumpamaan akan ke-elokan Zat Tuhan. Yakni perumpamaan hidup kita, tanpa titik kiblat dan tanpa tempat, hanya berada di dalam hidup kita pribadi.
Tambining Pucang; Menunjukkan ke-elokan Zat Tuhan, ke-ada-an Tuhan itu dibahasakan bukan laki-laki bukan perempuan atau kedua-duanya. Dan bukan apa-apa, seperti apa sifat sebenarnya, terproyeksikan dalam sifat sejatinya hidup kita pribadi.
Wekasaning Langit; batas langit ; umpama batas jangkauan pancaran cahaya. Yakni pancaran cahaya kita. Sedangkan tiadanya batas jangkauan cahaya, menggambarkan keadaan sifat kita.
Sunday, December 16, 2012
Friday, December 14, 2012
Sunday, December 9, 2012
Thursday, December 6, 2012
Wednesday, December 5, 2012
Tuesday, December 4, 2012
Uji Publik Kurikulum 2013: Penyederhanaan, Tematik-Integratif
Pengembangan Kurikulum 2013 dilakukan dalam empat tahap :
Sunday, December 2, 2012
Mendikbud Tekankan Pentingnya Pendidikan Karakter
Yogyakarta --- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh tidak henti-hentinya menekankan tentang pentingnya membangun karakter anak didik dan juga karakter bangsa Indonesia melalui pendidikan karakter.
Pagelaran Wayang Orang yang Menghibur dan Mencerahkan
Yogyakarta --- Pagelaran wayang orang yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) di Yogyakarta, Sabtu (1/12) kemarin, mampu menghibur ratusan pengunjung yang hadir di alun-alun selatan keraton Yogyakarta. Selain menghibur, banyak informasi dan penjelasan yang disampaikan Kemdikbud kepada masyarakat Yogyakarta terkait beberapa kebijakan pembangunan pendidikan dan kebudayaan.
Subscribe to:
Posts (Atom)